Minggu, 20 Februari 2011

BELA DIRI THIFAN PO KHAN

Thifan Po khan
Inilah salah satu jenis beladiri yang lekat dengan dakwah Islam. Meskipun berasal dari negeri yang bukan merupakan pusat penyebaran agama Islam, namun dalam perkembangannya tata cara latihan dan pemilihan materi pelajarannya sangat dipengaruhi oleh aqidah Islam. Konon, pernah di suatu masa, orang yang boleh mempelajari beladiri ini harus hafal Al Quran dan minimal seribu hadits.

Nama beladiri ini diambil dari nama daerah di Negeri Turkistan Timur bernama Thifan atau Turfan yang kemudian diganti namanya menjadi Sin Kiang (Xin Jiang), suatu daerah otonomi yang termasuk dalam wilayah Cina Utara. Dakwah Islam mulai disebarkan di Turkistan kira-kira pada dua abad setelah Hijriah, sebagaimana tertulis dalam Kitab Zhodam "Maka tatkala sampailah dua abad lepas hijrah orang-orang sempadan tanah Cina arah utara itu masuk Islam. Lalu ilmu pembelaan diri masa mereka memeluk Budha itu dibawanya pula dalam alam Islam, tetapi ditinggalkannya segala upacara yang bersangkut-paut dengan keBudhaannya seumpama segala penyembahan, cara bersalam dengan mengatupkan kedua belah tangan, lambang-lambang, dan segala istilah." (Zhodam, Telif Syiharani, halaman9).

Sejarah beladiri ini dapat diketahui dari kitab-kitab yang menjadi pedoman intern keluarga besar Thifan Pokhan, yaitu Kitab Zhodam yang berisi sejarah atau riwayat dan Kitab Thifan Pokhan sendiri yang memuat teknik-teknik beladiri. Keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu pada tahun 1920 dari bahasa aslinya, Urwun. Menurut M. Rafiq Khan dalam bukunya "Islam di Tiongkok", orang Muslim pertama yang datang ke Tiongkok terjadi pada zaman pemerintahan Tai Tsung (627-650 Masehi), seorang kaisar kedua dari Dinasti T'ang. Dituliskan pula bahwa selama pemerintahan Tai Chong (kaisar kedua dari Dinasti Tsung tahun 960-1279 Masehi) Tiongkok diserbu oleh penguasa Muslim dari Kashgaria, yaitu Baghra Khan beserta pasukannya, lalu menduduki Sin Kiang (Xin Jiang).

Dari uraian di atas dapat dilihat bagaimana hubungan atau interaksi antara dakwah Islam dengan tumbuhnya berbagai macam beladiri di kawasan Tiongkok sehingga terjadi pula Islamisasi beladiri. Sesuai dengan bahasa Urwun yang merupakan bahasa asalnya, Thifan Pokhan berarti "Kepalan Tangan Bangsawan Thifan". Melalui sejarah yang panjang, beladiri ini terus berkembang dengan berbagai macam pengaruh dari beladiri-beladiri yang ada saat itu, termasuk Shaolin Kungfu. Namun dalam perkembangan berikutnya, ilmu ini dikuasai oleh pendekar-pendekar Muslim.

Sampai pada suatu saat seorang bangsawan bernama Jen'an dari Suku Tayli yang pandai dalam ilmu Syara dan terkenal sebagai Ahund (ustadz atau guru) muda, menghimpun ilmu-ilmu beladiri itu di samping berguru kepada pendekar Namsuit serta orang-orang Wigu. Bersama para pendekar Muslim lain yang memiliki keahlian ilmu Gulat Mogul, Tatar, Saldsyuk, Silat Kitan Tayli, merekapun membentuk sebuah aliran bernama Shurul Khan. Dari Shurul Khan inilah terbentuk sembilan aliran yaitu aliran Naimanka, Kraiddsyu, Suyi, Syirugrul, Namsuit, Bahroiy, Tae Fatan, Orluq serta Payuq, yang kemudian digubah, ditambah, ditempa, dialurkan lalu dipilah, diteliti dan dikaji sebagai cikal bakal munculnya Thifan.

Asal-Usul Timbulnya Aliran Tsufuk
Aliran Tsufuk (Tikus Termenung) timbul akibat rasa tanggung jawab moril untuk memberikan yang terbaik kepada kaum muslimin dalam pengkajian beladiri Thifan Po Khan.

Menurut penulis tidak ada standar baku dalam metode pelatihan maupun pengajaran sehingga sering kali seorang pelatih tidak mempunyai konsep untuk melatih dan tidak dapat memberikan perbaikan-perbaikan kepada tamidnya karena tidak ada data untuk menganalisa kemajuan tamidnya dan cidera merupakan hal yang sering terjadi di dalam turgul akibat tidak diketahuinya konsep berturgul yang baik.
Hal lain yang mendasar adalah banyaknya hambatan untuk menyatukan konsep pelatihan maupun pengajaran akibat masing-masing pelatih merasa telah mampu menafsirkan dengan baik buku Thifan Po Khan, sehingga timbullah aliran-aliran baru yang pada akhirnya membingungkan para tamid, karena setiap tamid Thifan Po Khan akan bertanya-tanya jika bertemu dengan tamid lainnya yang berbeda pelatih karena berbedanya kajian yang diperolehnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka penulis menyusun satu aliran tersendiri yang mempunyai metode pelatihan yang telah diterapkan selama beberapa tahun serta mempunyai target yang dapat memberikan bukti nyata bagi keberhasilan tamid-tamidnya.
Pada dasarnya yang dipelajari di dalam Thifan Po Khan aliran Tsufuk yaitu apa yang terdapat di dalam buku Thifan Po Khan dan ditambah dengan permainan senjata seperti toya, pedang satu, pedang dua, samurai dan lain-lain. Mungkin yang membedakannya dengan aliran Thifan yang lain adalah mempunyai tahapan pelatihan yang jelas dan sistematis dan selalu mengamati perkembangan tamidnya melalui analisa data dalam laporan kemajuan setiap tamid (progress chart).
Berlatih beladiri harus dengan sistematika yang jelas karena jika tidak maka resiko terkena cidera sangat tinggi, untuk itulah diperlukan pembimbing yang mengerti tentang cara melatih yang baik dan benar dan merupakan tanggung jawab moril yang berat bagi seorang pembimbing karena seorang pembimbing harus dapat membuat para tamid terus-menerus mengalami kemajuan baik dari segi beladiri atau dari segi kesehatan fisik.

Jurus dan gerakan dasar Thifan Pokhan aliran Tsufuk ada sepuluh

1. Jurus Persiapan
2. Tingkat Dasar
3. Jurus Turaiyt
4. Jurus Bergulat
5. Tusyug (langkah)
6. Khimo
7. Jurus Konlut,
8. Fuen Lion
9. Tawgi Kotlu
10. Badur

Penjelasannya :

1. Jurus-jurus persiapan : diambil dari sepak tinju suku Wigu.
2. Tingkat Dasar : diambil dari gerakan campuran berbagai gerakan binatang dari cerita Pendekar Namsuit.
3. Jurus-jurus Turaiyt : diambil dari ilmu perkelahian Pendekar Mogul, Nana Fun.
4. Jurus-jurus Bergulat : diambil dari gerakan orang Turki, Tatar, Monsyu, Saldsyuk dan Kay suku Pantai.
5. Langkah (Tusyug) : diambil dari gerakan sebelas suku di daerah Thifan yaitu suku-suku selatan di China.
6. Khimo : diambil dari siasat suku Kitan, Tayli, Shourim, dan binatang.
7. Jurus-jurus Konlut : diambil dari gerakan unggas berkelahi, bertahan, dan lain-lain.
8. Fuen Lion : diambil dari gerakan berbagai jenis binatang cengkrik, ular, kelelawar, dan lain-lain.
9. Tawgi Kotlu : diambil dari gerakan binatang, pembelaan diri Tatar, Saldsyuk, China dan berbagai jenis Kungfu Purba Tezi dan Szanding.
10. Badur : diambil dari Aliran Tayakan Suku Mutang, Binatang Laut, Bentuk Bunga, Lilin, Selendang dari Tayli, Gerakan Suku Kitan, Mongol, Doghan dan China.

Seluruh gerakan itu diubah untuk melengkapi Shurul Khan. Selain ilmu tersebut di atas, dalam materi pelajaran beladiri ini juga diajarkan ilmu Awasin Al Kay dari Arab, tusuk jarum dari China, tusuk saraf dari Persia, dan lain-lain, juga permainan senjata seperti Toya, Shourim, Kungfu purba, permainan pedang Kurdi, permainan panah Mongol, permainan senjata Keway dari Anak Suku Wigu, serta ilmu Senzho yang merupakan gubahan berbagai suku. Karena itu Shurul Khan Thifan Po Khan termasuk aliran yang lengkap, karena segala aliran ada di dalamnya.

Seluruh gerakan itu diubah untuk melengkapi Shurul Khan. Selain ilmu tersebut, dalam materi pelajaran beladiri ini juga diajarkan ilmu Awasin Al Kay dari Arab, tusuk jarum dari Cina, tusuk saraf dari Persia, dan lain-lain. Juga permainan senjata seperti toya, Shourim, kungfu purba, permainan pedang Kurdi, permainan panah Mongol, permainan senjata Keway dari anak suku Wigu, serta ilmu Senzho yang merupakan gubahan berbagai suku.

Inti materi latihan Tsufuk Thifan Pokhan dibagi menjadi enam bagian,

Sentai (senam)
Tawe (jurus)
Tusyug (langkah)
Sikla (pasangan)
Khimo (tipuan)
Teknik Pernapasan Binatang Buas

Penjelasannya :

1. Sentai (Senam)
Senam merupakan latihan dasar yang penting, karena mendukung jurus-jurus lain yang diajarkan kemudian. Senam tersebut meliputi : senam kepala (leher), bahu, tangan, jari, perut, pinggang, dan kaki. Ketujuh komponen tubuh inilah yang mendukung seseorang dalam melakukan gerakan serangan maupun bertahan.

2. Tawe (jurus)
Jurus dibagi menjadi :
a. Teknik Jurus : Tangan kosong (teknik kepalan dan tangan terbuka yang terkumpul dalam 2028 jurus), serta permainan senjata (sekitar 20 jenis yang terkumpul dalam 5028 jurus)
b. Teknik penggunaan jurus. Semua anggota badan bisa dijadikan senjata seperti kepala, sikut, tangan, lutut, telapak kaki, dan sebagainya. Tangkisan bisa dilakukan dengan tangan dan kaki, sedangkan teknik serangan dibagi menjadi 5 macam :
1) menyerang dengan teknik merapat
2) memanfaatkan tenaga lawan
3) mengimbangi tenaga lawan
4) menggunakan jarak/jangkauan
5) menggunakan teknik bertubi-tubi

3. Tusyug (langkah)
Langkah kira-kira ada 164 macam cara melangkah yang intinya ada 5 cara, yaitu :
a. geser
b. patah
c. lompat
d. putar
e. pilin

4. Sikla (pasangan)

5. Khimo (tipuan)
Khimo dibagi menjadi 5 jenis
a. khimo langkah
b. sikla khimo
c. khimo yang berbentuk jurus
d. khimo tangkisan
e. khimo senjata

6. Teknik pernapasan binatang buas

Ada 12 tingkat jenjang latihan yang berlaku di Thifan Po Khan. Setiap tingkat memakan waktu sekitar satu tahun. Namun ada juga program khusus, tergantung pada kemajuan murid. Pada program ini waktu bisa lebih dipersingkat.

Aliran Tsufuk ini muncul karena ketika Thifan masuk ke Indonesia sistem pengajarannya belum baku sebab penyebarannya masih terbatas. Nama "tsufuk" sendiri diambil dari nama hewan sejenis tikus yang sedang mengintai lawan. Jenis tikus yang mempunyai berat sekitar 9 kg ini hanya hidup di Siberia.

Ada 12 tingkat jenjang latihan yang ada di Tsufuk Thifan Pokhan. Setiap tingkat memakan waktu sekitar satu tahun. Namun ada juga program khusus, tergantung pada kemajuan murid. Pada program ini waktu bisa lebih dipersingkat.

Salah satu ciri khas beladiri Thifan adalah teknik pembelaan diri yang selalu membiarkan lawan terlebih dahulu menyerang. Dengan demikian gerakan lawan dapat diamati, apakah mematikan atau tidak. Kemudian teknik yang digunakan lawan tersebut digunakan untuk balik menyerangnya. Untuk mencapai tahap kemampuan seperti tersebut ada dua hal pokok yang harus dimiliki, yaitu ketenangan dan kelincahan.

Ketenangan dapat dicapai jika dua unsur pokok dalam diri manusia dapat dipadukan dengan selaras, yaitu unsur Jasadiah yang terlatih dengan baik dan unsur Ruhiyah yang terbina dalam pemahaman aqidah yang shahih. Kelincahan didapat dengan melatih teknik-teknik yang ada dalam jurus-jurus Thifan secara tertib, disiplin dengan target sesuai dengan jenjang tingkatnya.

Tradisi yang diajarkan di lanah-lanah atau lembaga pesantren dengan doktrin Thifan diantaranya adalah :

Tidak menyekutukan Allah, tidak percaya pada takhayul, khurafat, dan tidak berbuat bid'ah dalam syara.
Berusaha amar ma'ruf nahi munkar (mengajak berbuat kebajikan dan melarang berbuat kemungkaran).
Bertindak teliti dan tekun mencari ilmu.
Tidak menganut asas ashobiah (kesukuan, kelompok).
Tidak menggunakan lambang-lambang, upacara-upacara dan penghormatan-penghormatan yang menyalahi syara.
Pada masa Sultan Malik Muzafar Syah dari Kerajaan Lamuri yang hidup sekitar abad ke-16 didatangkan pelatih-pelatih beladiri dari Turki Timur yang kemudian disebarkan ke kalangan para bangsawan di Sumatera (dapat dilihat dalam kisah raja-raja Lamuri / raja Pasai). Pada sekitar abad ke-18, Tuanku Rao dan kawan-kawan mengembangkan ilmu ini ke daerah Tapanuli Selatan dan Minang, hingga ke Sumatera Bagian Timur dan Riau yang berpusat di Batang Uyun / Merbau. Kemudian sekitar tahun 1900-an ilmu ini dibawa oleh Tuanku Haji (Hang) Uding yang menyebarkannya ke daerah Betawi dan sekitarnya. Beladiri khas ini pun disebarkan oleh orang-orang Tartar ke pulau Jawa sambil berdagang kain. Sedangkan di luar pulau Jawa lainnya, ilmu beladiri ini disebarkan oleh pendekar-pendekar lainnya sampai ke Malaysia dan Thailand Selatan (Patani).

Karena besarnya animo kaum Muslimin untuk mempelajari beladiri Thifan Pokhan, maka aliran Tsufuk membuat sistem pengajaran yang baku tanpa meninggalkan kaedah-kaedah Thifan Pokhan yang benar. Di Indonesia, beladiri ini tidak berafiliasi dengan beladiri lain yang terdaftar di KONI. Dalam tiga kali pertandingan ekshibisi intern, Thifan Pokhan menggunakan peraturan sendiri. Sebenarnya KONI telah menganjurkan agar Thifan berafiliasi dengan salah satu beladiri seperti Wushu atau Pencak Silat, namun karena alasan tekniknya berbeda dengan beladiri lain maka hingga sekarang hifan Pokhan masih berdiri sendiri. Aliran Tsufuk Thifan Pokhan juga mempunyai murid wanita yang berbeda baju seragam maupun jurus-jurusnya dan diberi nama Puteri Gading.

Istilah-istilah :

Shuku: Guru

Suheng: kakak seperguruan sbg pelatih di suatu lanah (mirip sebutan Sabum di taekwondo)

Syufu: Syufu Taesyukhan, aliran beladiri khusus muslim, sejenis kungfu, serumpun dgn Thifan Pokhan

Lanah: Unit tempat latihan (asal kata dari Bhs Arab, lajnah - mirip sebutan Dojo di karate)

Tamid: Murid Thifan dan Syufu taesyukhan

Dari berbagai sumber.
Sumber : KUNGFU MUSLIM THIFAN POKHAN TSUFUK
Karya Ust. Habib Thifan Tsufuk

Menikahlah Tepat Pada Waktunya


Saat aku mulai Log In dan masuk ke menu “Home” di situs jejaring social itu, aku membaca beberapa status temanku. Tak sengaja aku menemukan banyak status temanku yang sudah menikah. Dari status yang dituliskannya nampak jelas dantara mereka ada yang menyatakan kegembiraanya karena telah memiliki sang pujaan hati dan sang tambatan jiwa, yakni seorang suami yang soleh. Tak hanya itu, ada juga yang bersyukur dan menyatakan bahagia karena baru saja ditraktir makan malam di sebuah restaurant yang dihiasi dengan beberapa titik-titik cahaya lilin putih dengan disuguhi oleh atmosfer ruangan yang cukup romantis. Hampir sebagian besar yang mengungkapkan kegembiraan lewat statusnya yang aku jumpai itu adalah pasangan yang belum lama menikah. Dari mulai yang baru dua bulan, dua minggu, bahkan dua hari.

                Namun pemandangan yang berbeda aku jumpai dari beberapa tetanggaku yang telah menikah beberapa tahun yang lalu yang juga umurnya tak terpaut jauh denganku. Pada awal pernikahan mereka tampak cukup bahagia. Laksana sepasang merpati yang sedang memadu kasih, mereka tampak cukup mesra. Dunia serasa milik mereka berdua. Mungkin mereka merasa surga telah berada dalam genggamannya. Tapi kini mereka mulai tampak kebingungan. Suasana rumah tangga yang tadinya bagaikan surga, kini mulai merambat seolah menjadi neraka. Berbagai macam masalah mulai bermunculan disana-sini. Kebiasaan pasangan yang tidak disukai yang pada awalnya bisa diterima kini mulai dikeluhkan. Penghasilan yang tidak tetap pun menjadi bagian masalah tersendiri buat sang suami. Ia mulai kegingungan untuk mencari penghasilan tambahan untuk menghidupi anak istrinya. Akhirnya Interaksi dengan sang istri pun kurang begitu harmonis.

                Begitu pun dengan sang istri, ia mulai berkeluh kesah dengan kondisi rumah tangga yang semakin lama semakin tidak harmonis. Kurangnya ilmu dan pemahaman terhadap agama menjadi kendala utama. Disaat awal menikah ia menjalani rumah tangga hanya mengandalkan perasaan cinta sesaat yang baru mekar di dalam hati. Ia tak memiliki pemahaman ilmu yang baik saat memulai pernikahannya. Akibatnya emosinya yang masih labil sangat mempengaruhi setiap tindakannya. Bahkan tak jarang ia memuntahkan api cemburunya dihadapan sang suami yang masih lelah setelah seharian membanting tulang demi menghidupi anak istri lantaran pulang terlalu larut malam. 

Fenomena yang aku ceritakan memang terlihat cukup kontras. Banyak pasangan yang pada awal menikah merasa sangat bahagia, namun kebahagiaan itu pun sirna seiring dengan berjalannya waktu. Aku teringat dengan beberapa patah kata yang dilontarkan salah satu dosen FE UII yang melakukan pernikahan disaat masih duduk di bangku kuliah. Beliau adalah bapak Bekti Hendrianto. Ia menikah disaat masih menyelesaikan kuliah strata satunya di Kampus Gadjah Mada. Ia menuturkan, “Menikahlah tepat pada waktunya”. Kalimat yang dilontarkan beliau ini mungkin cukup sederhana. Akan tetapi dibalik kesederhanaannya ternyata tersimpan berjuta makna. Beliau menjelaskan bahwa banyaknya pasangan muda yang kurang bahagia disebabkan oleh ketidaktepatan waktu ketika melakukan pernikahan. Dengan kata lain, mereka menikah pada kondisi yang belum “mampu” baik secara fisik maupun secara psikis. Sehingga tak jarang banyak pasangan yang merasa “babak belur” dalam menghadapi permasalah yang muncul setelah melakukan pernikahan.

Kalimat yang dilontarkan dosen yang juga sebagai direktur P3ei ini memang benar. Argumennya semakin diperkuat dengan banyaknya tulisan di internet terkait risiko yang dapat ditimbulkan oleh pasangan yang menikah pada saat usianya masih muda. Ditengah asiknya aku melihat-lihat status beberapa temanku di facebook sambil sesekali mengetik di fasilitas chat, aku pun menyempatkan diri untuk browsing di Google dengan memasukan kata kunci ‘dampak negative menikah dini’. Beberapa detik kemudian banyak sekali bermunculan berbagai macam tulisan terkait dengan topik yang aku ketikkan. Salah satu diantaranya yakni pada sebuah milis sehat disebutkan bahwa pasangan yang menikah dini dapat mudah terserang penyakit khususnya bagi si ibu ketika dia sedang hamil. Anak usia 15-19 tahun lebih besar kemungkinan untuk mengalami komplikasi selama  kehamilan dan persalinan termasuk Fistula obstetric, yakni sebuah kelainan pada daerah alat kelamin. Tak hanya itu, perempuan yang hamil di usia muda juga besar kemungkinan dapat memiliki anak dengan berat badan rendah, anemia dan kurang gizi. Sedangkan dampak hamil muda bagi si ibu yakni rentan terkena kanker serviks.

                Data yang aku sebutkan diatas hanyalah salah satu dari sekian banyak tulisan terkait dengan menikah dini yang aku jumpai di internet. Namun jika kita hubungkan dengan beberapa status pasangan yang baru menikah di facebook, fakta yang terjadi di sekitar tempat tinggalku, kalimat yang dilontarkan Bapak Bekti hendrianto, dan data yang ditemui di internet maka bisa kita tarik benang merah bahwa setiap orang akan lebih baik menikah jika tidak hanya telah merasa siap akan tetapi mereka juga telah merasa mampu. Merasa siap saja tidak cukup. Hal ini karena bisa jadi kita menikah karena keinginan sesaat semata tanpa didasari dengan pertimbangan yang cukup matang. Jika ini terjadi maka pernikahan yang dilakukan di usia yang masih muda hanya sekedar mimpi dan obsesi yang tak mudah terwujudkan.

Jumat, 11 Februari 2011

Thifan Po Khan

PETUAH TURGUL THIFAN

Hati2lah tuan melayangkan pukulan janganlah sampai tubuh tuan terbawa karna mudah ditimbang lawan 

Hati2lah tuan melayangkan kaki karna bila kurang timbangan celaka diri

Terlalu keras itu cepat patah, hendaklah tuan kaji ilmu air

Menganggap rendah lawan itu pangkal kecerobohan

Berjuruslah tuan tiap hari karena kelak akan tuan dapatkan daya kemilat, hasat dan daht

Marah itu mencerobohkan serangan

Kajilah menyerang, jangan sampai buang tenaga, dua kali gagal dalam serangan itu memberi ilmu lawan

Selasa, 01 Februari 2011

Renungan ‘Tuk Sebuah Pengharapan


Seri Tulisan “Lipatan Labirin Uman”

Sahabat,
Marilah sejenak kita berhenti,
Rutinitas roda kehidupan yang kita jalani terkadang membutakan mata hati kita,
Marilah sejenak kita merenung,
Rilekskan pikiran kita,
Dan ketuklah pintu hati kita yang terdalam,
Marilah sejenak kita mengenang,
Tentang orang yang paling berjasa bagi diri kita,
Ibu bapak kita,

Sahabat,
Kian hari ajal kian mendekat,
Garis hidup mati seseorang sudah ditetapkan,
Malaikat maut sewaktu-waktu bisa menjemput,

Sahabat,
Entah berapa lama lagi kita akan bersama dengan ibu bapak kita,
Entah berapa lama lagi kita akan melihat senyuman tulusnya,
Kita tak kan pernah tau,
Mungkin tak lama lagi senyum itu akan hilang,
SMS nya yang kerap ia kirimkan mungkin sebentar lagi tak ada,
Kita tak akan pernah tau,
Mungkin satu atau dua hari lagi ajal kan menjemputnya,

Atau mungkin,
Setelah membaca tulisan ini,
Seseorang akan mengabarkan,
Tentang kepergiannya,

Sahabat,
Kita kenang saat ibu bapak kita pergi meninggalkan kita,
Untuk selamanya,
Mungkin demi menjaga perasaan kita,
Kita hanya akan dikabarkan bahwa ia sakit parah,
Atau mungkin tiba-tiba saja seseorang datang menjemput kita,
Dan mengabarkan jika ibu bapak kita sudah sembuh dari sakitnya,

Sahabat,
Saat ibu bapak kita berbaring,
Diatas selembar tikar,
Ia diselimuti dengan kain yang menutupi sekujur  tubuhnya,
Tetangga ramai berdatangan,
Sebagian terisak tangis,
Termasuk diri kita,

Kita kenang,
Saat itu,
Kita duduk disampingnya,
Dengan suara yang tersedu kita membaca surah yasin,
Mungkin sesekali kita akan berhenti,
Mengusap air mata yang menetes diatas pipi kita,

Kenaglah ketika ibu bapak kita dibungkus kain kafan,
Ketika ditutup wajahnya,
Mungkin itulah saat terakhir kita menatapnya,

Kini tak akan lagi melihat matanya,
Yang dulu mungkin tanpa kita tau,
Ia sering meneteskan air mata,
Karena kita sudah terlalu sering menyakitinya,

Sahabat,
Tak lama jenazah ibu bapak kita diusung ke kuburan,
Itulah saat terakhir kalinya ia berada di rumah kita,
Kita pun mungkin ikut mengantarnya,

Pelan dimasukan ke liang lahat,
Diriringi isak tangis para kerabat,

Saat itu kita menyaksikan tubuhnya yang kurus,
Karena setiap hari ia membanting tulang,
Bersimbah darah bermandikan keringat,
Rela mengurangi waktu tidur,
Uang jatah makannya sebagian ia tabungkan,
Demi membiayai sekolah kita,
Agar kita punya sepatu yang layak,
Agar kita bisa membeli buku,
Agar kita bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi,
Mungkin ia menyadari jika pendidikannya kurang,
Sehingga ia rela mengorbankan apa saja,
Bahkan terkadang ia berhutang sana-sini,
Untuk mencukupi keperluan kita,

Sahabat,
Bayangkanlah,
Tanah yang berwarna kecoklatan mulai disisipkan disamping tempat berbaringnya,
Kayu dan bambu sudah disiapkan untuk menutupnya,
Mungkin itulah saat terakhir kita melihat jasadnya,
Tak kan ada lagi tangannya yang bisa kita cium,
Tak kan ada lagi yang membawakan oleh-oleh,
Tak kan ada lagi suara lembutnya yang selalu membangunkan kita setiap pagi,

Ketika kita pulang ke rumah,
Kita hanya melihat baju daster ibu yang tergantung,
Baju koko punya bapak tak kan ada lagi yang memakai,
Tak kan ada lagi canda,
Tak kan ada lagi kemarahannya,
Tak kan ada lagi yang menyuruh kita shalat berjama’ah,

Sahabat,
Hati-hatilah,
Mudah-mudahan ibu bapak kita punya bekal pulang ke akhirat,
Kita bayangkan andai kata ia tak punya bekal,
Melolong-lolong di alam barzakh, na’udzubillah…
Meminta pertolongan,
Menanti do’a anaknya,
Padahal Allah menjanjikan,
Do’a anak yang sholeh bisa melapangkan alam kuburnya,

Namun bagaimana jika sebaliknya, sahabatku?
Alangkah malangnya jika ibu bapak kita punya anak yang durhaka,
Menjerit kesakitan,
Dosa yang kita perbuat, ibu bapak kita ikut memikulnya,
Malaikat munkar dan nakir yang merah menyala-nyala,
Menghantamnya tiada henti,
Siksaan demi siksaan ia terima,
Kepedihan yang tak terperikan ia rasakan,
Mau siapa yang ia harapkan, sahabatku?
Akankah air susu dibalas dengan air tuba?

Wahai sahabatku,
Kita tak tau kapan akan berpisah dengan ibu bapak kita,
Jika ia telah tiada,
Hanya batu nisannya yang bisa kita tatap,
Hanya pusaranya yang bisa kita kunjungi,

Sahabat,
Berbaktilah kepadanya selagi mereka masih ada,
Suatu saat,
Saat ibu bapak kita telah tiada,
Hanya nasihatnya yang akan terkenang ditelinga kita,

Sahabatku percayalah,
Ketika ibu bapak kita telah tiada,
Hanya penyesalan yang kita rasakan,
Tak ada lagi kesempatan untuk berbakti,
Kita akan menyesal karena seringkali menyepelekan perintahnya,
Bahkan mungkin terkadang,
Hati kita cemburu tatkala puluhan teman kita bisa berjalan-jalan dengan ibu bapaknya,
Hanya bisa membayangkan betapa indahnya jika kursi orang tua kita terisi saat ada rapat di sekolah,
Akan getir tatkala melihat kolom tanda tangan orang tua kita tak ada yang mengisi,
Kita akan berusaha kesana kemari mencari orang yang mau menggantikan tanda tangannya,
Mungkin beberapa orang akan merendahkan kita,
Bahkan tak jarang yang menyepelekan dan mencemooh,
Saat itu mungkin kita hanya berusaha tegar dan menahan air mata,

Dengarkanlah wahai sahabat,
Tak ada waktu lagi untuk menyia-nyiakan kehadiran ibu bapak kita,
Bersegeralah untuk mencium tangannya,
Mintalah do’anya selagi mereka masih hidup,
Berusahalah untuk selalu membahagiakannya,

Sahabatku,
Andaikata ibu bapak ditakdirkan pergi mendahului kita,
Janganlah berkecil hati,
Janganlah merasa kita tak kan punya masa depan,
Allah sengaja memanggil mereka dengan cepat,
Agar kita menjadi anak yang mandiri,
Agar kita menjadi anak yang kuat menghadapi tantangan kehidupan,
Agar kita menjadi anak yang soleh, anak yang selalu mendo’akannya,
Agar kita menjadi anak yang tau balas budi,
Agar kita menjadi anak yang memiliki keteguhan iman, tawakkal illallah!
Agar kita tau diri betapa berharganya nasihat yang sering ia ucapkan,
Agar suatu saat saat kita sadar akan ke-Maha Besaran Allah,
Agar suatu saat kita sadar akan ke-Maha Menjaminan Allah kepada hamba-Nya,
Yakinlah,
Beberapa tahun setelah ibu bapak meninggalkan kita,
Kita akan merasakan hikmah yang tak dirasakan anak-anak yang lain,
Hikmah nikmatnya berguru kepada kehidupan,
Karena kita disiapkan untuk menjadi pribadi-pribadi tangguh yang mandiri

Ya Allah…
Engkaulah yang Maha Tahu sisa umurnya
Berikanlah kami kesanggupan untuk membahagiakannya
Berikanlah kami kekuatan untuk berbakti kepadanya

Andai ajal menjemputnya, ya Allah…
Wafatkan orang tua kami dalam keadaan husnul khatimah
Ketika hatinya sudah memaafkan dan ridho kepada kami
Ya Allah…
Kami mohon titip di kuburnya
Terangkanlah alam kuburnya
Jangan biarkan tersiksa sedikit pun jua, ya Allah…

Ya Allah, golongkan kami menjadi anak yang sholeh dan sholehah
Yang dapat menjadi penolong di alam kuburnya
Jadikanlah do’a kami menjadi do’a yang dapat melapangkan kuburnya
Jangan pernah biarkan Engkau siksa orang tua kami karena dosa-dosa kami, ya Allah…
Amin, ya…rabbal’alamin…
“Ayah…Ibu…
Kini kuhanya bersimpuh diatas pusaramu
Maafkan anakmu tak sempat bahagiakanmu…
Ayah…Ibu…
Tak apa kita tak lama bersua
Walau anakmu ini tak ada kesempatan ‘tuk berbakti padamu
Namun…
Izinkanlah aku berusaha ‘tuk menjalankan nasihat tulus yang pernah kau ucapkan
Nasihat yang senantiasa terpatri di sanubari
Yang ternyata kini baru kusadar
Ternyata nasihat-nasihatmu itu,
Dapat menerangimu dan menolong kita agar dapat berkumpul kembali dengan bahagia
Di Surga-Nya…”

“Goresan Tangan Uman”, Senin, 31 Januari 2011
Semoga dapat menjadi inspirasi dan semoga setiap amal yang kulakukan dapat menjadi pahala untuk almarhum kedua orangtua, karena bagiku merekalah sumber inspirasi terbesar dalam hidupku