Minggu, 24 April 2011

Uman, ‘Jajaka’ dari Kota Manis

Di sebuah daratan terpencil di pulau Jawa yang memiliki luas wilayah sekitar 244.479 Ha, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar, serta sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, terlahir seorang anak manusia berdarah sunda yang bernama Uman Miftah Sajidin.

Jika ditelusuri lebih jauh ternyata ia menginjakan kaki pertama kali di muka bumi tepat pada koordinat 7°24'28"S   108°36'21"E, yang jika diterjemahkan akan merepresentasikan sebuah Desa yang bernama Desa Pulo Erang. Desa ini berada di Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Meskipun berada di ujung kabupaten Ciamis namun daerah ini memiliki andil besar untuk kehidupan masyarakat pulau Jawa, terlebih untuk menciptakan keseimbangan ritme kesejahteraan rakyat Indonesia. Pasalnya, hampir seratus persen warga Desa Puloerang bermata pencaharian sebagai petani. Termasuk keluarga Uman Miftah Sajidin. Sehingga penduduk desa ini turut berkontribusi dalam memutar siklus rantai makanan jenis manusia di muka bumi.

Selain memiliki latar belakang keluarga petani, ia pun terlahir dari seorang pedagang. Maka tak heran jika sejak kecil ia dididik dan diarahkan oleh keluarganya untuk menjadi seorang pedagang. Ia sering diajak ayahnya untuk membantu berjualan kain di pasar yang jaraknya tak terpaut jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan sejak ayahnya meninggal sewaktu ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, Uman tak jarang diajarkan bagaimana menata pengelolaan barang dagangan milik keluarga.

Tak cukup sampai di situ, anak keempat yang terlahir dari empat bersaudara ini saat usianya masih kecil mendapat perlakuan yang sama seperti ketiga saudaranya, yakni sering diceritakan ayahnya tentang keberanian sang kakek dalam melawan penjajah Belanda dan Jepang. Maklum pada masanya sang kakek adalah seorang pendekar yang menguasai berbagai macam ilmu olah kanuragan. Tak disangka, ternyata perlakuan sang ayah tersebut memiliki dampak yang luar biasa bagi dirinya dan ketiga saudaranya saat usia mereka beranjak dewasa. Ini sangat tampak ketika ia dan beberapa saudaranya menjadi atlet di beberapa cabang olah raga bela diri mulai Karate, Pencak Silat, Tae Kwondo, hingga Kung Fu Muslim Thifan Po Khan.

Seorang ‘jajaka’ Ciamis yang disinyalir masih memiliki hubungan dengan Wretikandayun (Raja Galuh 612-702) ini juga pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah dasar padaringan Sembilan, Al Amin Islamic Boarding School, SMA N 1 Banjar, hingga kampus UII Jurusan Akuntansi Program International. Disamping itu, ia pernah belajar di Pondok Pesantren Nurul Huda selama beberapa tahun (walaupun kala itu ia tercatat sebagai santri yang agak nakal dan sering pulang, maklum pondok pesantren ini berada persis di seberang rumahnya, ^_^).

Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama ia sudah mulai aktif di berbagai macam kegiatan organisasi. Dari mulai organisasi sekolah yang bersifat intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun organisasi social masyarakat.

Di kampus UII sendiri ia pernah aktif di beberapa organisasi. Salah satunya yaitu Lembaga Dakwah Fakultas Jama’ah Al Muqtashidin (JAM). Beberapa alasan yang membuatnya mendaftar di organisasi ini yaitu, Pertama, organisasi ini sangat dekat dengan masjid. Kedua, diawal kuliah ia sempat mengagumi beberapa pengurus organisasi ini. Dan yang Ketiga, diawal kuliah ia mendengar dari para seniornya tentang isu sesatnya ajaran islam yang diamalkan di organisasi ini. Namun sebenarnya, alasan ketigalah yang cukup menantang dirinya untuk melakukan pembuktian apakah isu itu benar atau tidak.

Pergulatannya di JAM ia mulai dengan magang di Badan Khusus Taman Pendidilan Al Qur’an (BK TPA). Namun ini tak berlangsung lama. Beberapa bulan kemudian, Mas’ul JAM Akhi Muhammad Tabrani (Mas Tabe), memindahkannya ke departemen syiar. Kebijakan yang diambil rasanya cukup tepat mengingat fakta membuktikan bahwa Uman Miftah Sajidin selama ditempatkan magang di BK TPA tercatat tak pernah datang syuro internal divisi, tak pernah ikut mengajar, bahkan selalu mengelak jika diajak ketemuan dengan koordinator.

Di syiar pun ia hanya beberapa bulan. Hal ini karena tak lama kemudian ia dipindahtugaskan ke departemen kaderisasi. Meski dipindah namun kali ini memiliki alasan yang berbeda. Ia dipindahkan karena adanya pergantian kepengurusan, sehingga distribusi kader mulai dipertimbangkan kembali.

Saat berada di departemen kaderisasi ia pernah menjabat sebagai manager pemasaran PT Kaderisasi Murni Mandiri. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan pemerhati kesehatan kader JAM.
 Pada tahun terakhir menyelesaikan studinya ia mengemban amanah sebagai ketua Lembaga Dakwah Fakultas Al Muqtashidin hingga bersama dengan kelima orang rekannya yakni Sulistyo Wahyu Wijanarko, Arif Afriadi, Asri Primasiwi dan Ely Windarti Hastuti mengemban amanah sebagai Dewan Pengawas Organisasi di lembaga yang sama.

‘Jajaka’ yang berasal dari kota “Ciamis Manis Manjing Dinamis” ini kini sedang mengembara di pojok kota Ngayogyakarta untuk mengejar impian-impian yang ingin dicapainya. Berbekal motto hidupnya, don’t think what you have done, optimize what you can do, Uman Miftah Sajidin terus bergerak menyusuri labirin-labirin kehidupan yang telah dirancang oleh Sang Maha Pencipta.



Ditulis oleh:
Uman Miftah Sajidin, Mr.
Student of International Program Islamic University of Indonesia
Chief of Organization’s supervisor Board for Dakwah Movement Jama’ah Al Muqtashidin

Jalan Nusa Indah 03/130 Condong Catur, Yogyakarta
55283
Mobile Phone: +62 857 2935 2458
Website: goresantanganuman.blogspot.com
E-mail: umanmiftah90@gmail.com

0 komentar:

Posting Komentar