Selasa, 22 November 2011

Satu Rindu


Hujan, gemericikmu mengingatkankau pada satu rindu. Diam-diam kau telah membawa sebagian badai otaku melesat jauh kesana. Aku ingat, dulu kehangatan itu kurasakan. Canda tawa, bincang riang, dan  tegur lembut, kerap mengulas soreku bersamamu. Semua itu keluar dari hatinya yang selembut salju. Namun terkadang ada setitik hati yang memaksaku ‘tuk benci padanya. Bahkan hardikan pun kerap terlontar.

Karena kau, hujan. Kini kuterbayang tentang guratan lesu di wajahnya. Air mukanya sungguh memilukan. Daster yang dipakainya amat kusam. Bahkan, suaranya mulai parau. Pedulikah kau dengan itu, hujan?. Ah, kau mungkin hanya menyaksikanku sembari menurunkan rahmat dari sang Penguasa waktu. Sementara ingatanku terbang kesana kemari tak keruan. Dan kini kau terus membasahiku angkuh.

Aku ingat, suatu ketika dia memintaku agar rajin belajar. “Kau belajar yang tekun ya, Hasan”. Aku pun mengangguk malas. Agar tak panjang lebar bercengkrama dengannya. Karena, aku sudah muak dengan omong kosongnya itu.

Malahan sedikit pun tak pernah kuhiraukan perintahnya. Alih-alih rajin belajar, aku malah asik bermain dengan teman-temanku.

Sampai suatu hari dia sakit keras. Amat lesu. Suaranya yang parau pun kini mulai terputus. Daster yang dipakainya hanya menggantung di pintu kamar.  Yang amat membuatku pilu, ternyata dia rela makan satu hari sekali demi membiayaiku. Bahkan, untuk menutupi kebutuhan sekolahku, adakalanya tak makan. Sehingga kini penyakit yang dideritanya kambuh.

Juga, ternyata selama ini dia berhutang sana sini. Hanya agar aku punya sepatu dan tas yang baru. Agar aku tak diejek teman-temanku. Sebab, sejak kepergian ayahku saat aku masih dalam kandungan, dia lah yang menjadi tulang punggung keluarga.

Kau tahu siapa itu, duhai hujan? Ya, dia ibuku.

Dialah yang memperkenalkanku dengan Nya. Yang membangunkanku untuk shalat shubuh. Yang menegurku ketika salah. Serta, yang rela mengorbankan apa saja agar aku senang.

Hujan, aku pinta pada sang Maha Penggenggam setiap keputusan agar selalu menjaganya. Meski mungkin kini ‘tlah jauh dariku. Namun tak apa. Aku mohon biarkanlah aku berarti untuk dirinya. Berikanlah aku waktu ‘tuk berbakti padanya.

Ya Allah, sungguh kau tahu, tak banyak bakti yang telah kutorehkan untuk Mu. Dosaku pun sebanyak buih di lautan. Namun aku mohon, agar ada sebagian dari hidupku yang berguna untuknya. Ada sejengkal dari tubuhku yang kukorbankan demi kebahagiaannya. Atau, ada walau hanya sedetik dari waktuku yang kuberikan padanya.

Hujan, kau dengar?. Kau telah mengingatkanku padanya. Dan kini, aku hanya bisa tersungkur dengan renyang. 


Gambar ilustrasi:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn4MeCGKhMtyjtkDzDUG-PjFsANrOCMP2xXN2iU_kJHxAEitWthLqFNdcr4P66MU7_rEzvdJTeNoAL_zwkHFhHD_fOIwoZUOAh8A6RDS_m-ZVc5YMaAUrXGxdbpmWIQAnT5OJ3Orkn6wI/s1600/hujan.jpg

2 komentar:

E-Learning Kota Banjar mengatakan...

Satu Rindu

Album : Semesta Bertasbih
Munsyid : Opick Feat Amanda

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu Oh ibu

Alloh izinkanlah aku
Bahagiakan dia
Meski dia telah jauh
Biarkanlah aku
Berarti untuk dirinya
oh ibu oh ibu kau ibu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu oh ibu kau ibu
oh ibu oh ibu

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu
Kau ibu kau ibu kau ibu

Uman Miftah Sajdin mengatakan...

sip...

Cerpen ini diilhami oleh lagu opick yang berjudul "Satu Rindu"

Posting Komentar